Makalh hadis ekonomin 2
Posted in kumpulan mklh hadis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi
sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu
transaksi yang dipraktekkan diseluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu
negara mengalami kemajuan tanpa berhubungan dengan perdagangan valuta asing.
Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi
sebagai suatu kebutuhan dibidang akonomi dan bermanfaat serta sulit sekali
dipisahkan dari dunia modern. Apa yang diperdagangkan dalam penjualan valuta
asing? Jawabannya tentu saja uang, mata uang diperdagangkan secara berpasangan
melalui broker atau dealer.
Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya
yang secarakontinyu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan
bisadiasumsikan bahwa pasar valas buka 24 jam. Dalam Islam valuta asing biasa
disebut dengan Al-sharf. Dan dalam Islam tidak boleh adanya tujuan untuk
spekulasi, tetapi jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk spekulasi, dan merusak sistem prekonomian suatu negara, maka hal
inilah yang sangat bertentangan dengan tujuan syari’ah.
Namun bagaimana solusi yang terbaik untuk hal itu?
Solusinya adalah mengadopsi dan menyesuaikan sistem perdagangan valuta asing
yang ada dengan prinsip-prinsip yuridis syar’i (hukum Islam). Dalam makalah ini
akan dibahas pengertian secara detail, dan bagaimana penjualan valuta asing
atau al-sharf yang sesuai dengan syari’ah Islam.
B. Rumusan
masalah
a)
Bagaimana sharf menurut hadist?
b)
Apakah yang dimaksud
dengan sharf?
c)
Bagaimana hukum sharf dalam islam?
d)
Apa hikmah adanya sharf?
e)
Bagaimana rukun dan syarat sharf dalam islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HADIS
TENTANG AL-SHARF (PENJUALAN MATA UANG)
حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا عَمِّي حَدَّثَنَا ابْنُ
أَخِي الزُّهْرِيِّ عَنْ عَمِّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ
الْخُدْرِيَّ حَدَّثَهُ مِثْلَ ذَلِكَ حَدِيثًا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَقِيَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ فَقَالَ يَا أَبَا
سَعِيدٍ مَا هَذَا الَّذِي تُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ فِي الصَّرْفِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ مِثْلًا
بِمِثْلٍ وَالْوَرِقُ بِالْوَرِقِ مِثْلًا بِمِثْلٍ
Yang artinya :
Telah menceritakan kepada
kami 'Ubaidullah bin Sa'ad telah menceritakan kepada kami pamanku telah
menceritakan kepada saya anak saudaraku Az Zuhriy dari pamannya berkata, telah
menceritakan kepada saya Salim bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu
'anhuma bahwa Abu Sa'id Al Khudiy menceritakan kepadanya seperti hadits
tersebut dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka 'Abdullah bin 'Umar
radliallahu 'anhuma menemuinya lalu berkata: "Wahai Abu Sa'id, apa yang
telah anda ceritakan dari hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?.
Maka Abu Sa'id berkata: "Tentang sharf (dagangan), aku mendengar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jual beli emas dengan
emas harus sama jumlahnya dan uang kertas dengan uang kertas harus sama pula
jumlahnya". (al-bukhari
no 2030)
حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ
بْنُ عُلَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ
بْنُ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا
سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَبِيعُوا الذَّهَبَ
بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ
Yang artinya :
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Al Fadhal telah mengabarkan
kepada kami Isma'il bin 'Ulayyah berkata, telah menceritakan kepada saya Yahya
bin Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Abu Bakrah
berkata, Abu Bakrah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam: "Janganlah kalian berjual beli emas dengan
emas kecuali dengan jumlah yang sama, perak dengan perak kecuali dengan jumlah
yang sama dan berjual belilah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuai
keinginan kalian".(al-bukhari 2029)
B. SYARAH HADIS
Jual beli
mata uang pada saat ini merupakan suatu keniscayaan, bahkan terlihat dalam
rangka menjalankan ibadah haji. Umat islam di indonesia, harus membayar biaya
perjalanan haji dengan menggunakan kurs dolar. Rupiah yang di bayarkan di
sesuaikan dengan ketentuan atau hasil komitmen dengan pihak penerbangan untuk
patokan pembayaran dengan dolar.
Ketentuan yang terdapat dalam hadis, menetapkan
beberapa hal yang harus diperhatikan dan di penuhi dalam teransaksi mata uang
yaitu:
1.
Jika mata uang yang di jadikan objek teransaksi
sejenis misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah,
maka harus sama seimbang, meskipun beda kualitas atau model cetakannya.
2.
Jual beli mata uang harus di lakukan secara tunai
tidak dengan kredit atau angsuran, atau dibayar di belakang.
Menurut ketentuan pertama, jika mata uang yang di
perjual belikan sama, maka nominalnya juga harus sama, meskipun dalam pecahan
atau cetakan yang beda. Dengan ketentuan ini semua peraktek yang memperjual
belikan rupiah dengan rupiah, misalnya satu pecahan 10.000 an dengan 8 pecahan
ribuan, atau 10 pecahan 1000 an lusuh dengan 8 lembar an baru, tidak sesuai
dengan ketentuan islam. Teransaksi semacam itu tidak sah.
Dulu pada
masa Nabi saw pernah terjadi teransaksi seperti itu. Tetapi ketika Rasulullah
Saw. Mengetahui beliau melarang praktek tersebut dan menyatakan harus seimbang.
Dalam hadis Rasulullah Saw. menegaskan bahwa jual beli barang yang tidak seimbang
maka kelebihanya termasuk riba. Sangat jelas bahwa riba itu sangat dilarang
oleh islam.
Dari ketentuan ini juga dapat
diketahui bahwa mata uang yang di perjual belikan tidak sejenis, misalnya
rupiah dengan dolar, maka dapatndi jual sesuai dengan hasilnpenawaran penjualan
dan pembelian atau harga pasar.
Dari ketentuan ke dua dalam jual beli mata uang baik
sejenis ataupun tidak sejenis harus tunai sama tunai atau terjadi
penangguhan penyerahan uang maka kedua
belah pihak mengikuti cara yang sama. Hal ini terutama tidak menimbulkan
kerugian bagi salah satu pihak.
C.
KANDUNGAN
HADIS
Jual beli mata uang yang banyak
dilakukan di dunia perbankan atau perorangan, harus memeprhatikan ketentuan
yang telah di tentukan secra tegas oleh Rasulullah Saw.
1.
Memperjualbelikan mata uang sejenis misalnya emas
dengan emas harus sama nominalnya. Jika teransaksi tersebut ada kelebihan atau
kekurangan yang satu dari lainnya maka teransaksi tersebut tidak sah.
2.
Apabila mata uang yang di perjualbelikan tidak sejenis
maka penjualan dan pembeliab dapat menjual sesuai dengan hasil penawaran atau
kesepakatan antara penjual dan pembeli.
3.
Jual beli mata uang harus di lakukan secara tuna.
D. Pengertian Sharf
Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau
transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan
valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan
baik dengan mata uang yang sejenis atau yang tidak sejenis. Dalam istilah fiqh
al-mu’amalah prinsip ini biasa disebut dengan bay’al-sharf (jual beli mata
uang).
Dalam mekanisme perbankan syari’ah, sharf berarti jual beli suatu valuta
dengan valuta lainnya. Sharf juga bisa diartikan sebagai jual beli uang logam
dengan uang logam lainnya. Misalnya jual beli dinar, emas dan dirham perak. Sharf
adalah bagian dari transaksi jual beli yang dibolehkan syariah Islam. Dalam
bursa mata uang sharf adalah tukar menukar antar satu mata uang dengan mata
uang lain. Hal itu dilakukan karena kebutuhan orang dalam berbisnis antar
negara.
Perdagangan valuta asing timbul
karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang
bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat
bayar yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan
berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara
negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antar
negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA
atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan
bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara
lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan
penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi
mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda
nilai.
E. Hukum Sharf
Sharf diperbolehkan karena termasuk
bentuk jual beli. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jual lah
emas semau kalian dengan kontan” (HR. Bukhari). Penukaran emas dengan emas dan
perak dengan perak diperbolehkan jika kadarnya sama. Perbedaan harga atau berat
dalam jual beli sesuatu yang jenisnya berbeda diperbolehkan. Misalnya, emas
dengan perak asal dilakukan di dalam majelis. Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Jika jenis-jenis tidak sama, juallah semau kalian asal tangan
dengan tangan (kontan)” (HR. Muslim)
Praktek
al-sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini
diperbolehkan dalam Islam.
berdasarkan firman Allah QS. al-Baqarah ayat
275 yang artinya: ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang
yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”.
Kemudian
dalam hadis Rasulullah juga disebutkan bahwa
: ل تسبيعوا الذهسب بالذهسب ال سسواء
بسسواء, والفضسة بالفضسة, ال سسواء بسسواء, و بيعوا الذهسب (بالفضة والفضة بالذهب
كيف شئتم )رواه بخاري
Yang artinya
: “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula
menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Jual lah emas dengan perak atau
perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).
Hadits yang
ke 2 yang artinya: “Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas,
kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak
sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.
Hadits yang ke 3 yang artinya: “Kami telah
diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas
dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh
seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi
Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah).
HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS
1. Ada Ijab-Qobul : ---> Ada perjanjian untuk
memberi dan menerima
·
Penjual
menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai.
·
Ijab-Qobulnya
dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan.
·
Pembeli dan
penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan tindakan hukum
(dewasa dan berpikiran sehat)
2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli
yaitu:
·
Suci
barangnya (bukan najis)
·
Dapat
dimanfaatkan
·
Dapat
diserahterimakan
·
Jelas barang
dan harganya
·
Dijual
(dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya
·
Barang sudah berada ditangannya jika barangnya
diperoleh dengan imbalan
F. Hikmah Sharf
Hikmah disyariatkannya sharf ialah
untuk memudahkan seorang muslim menukar uang logamnya dengan uang logam lainnya
ketika dibutuhkan.
G. Rukun dan Landasan Syari’ah sharf
Rukun transaksi
sharf terdiri atas:
1. Penjual
(Ba’i)
2. Pembeli
(Musytari)
3. Mata uang yang diperjual-belikan (Sharf)
4. Nilai tukar (Si’rus Sharf)
5. IJAB KABUL(SIGHT)
Landasan syari’ah sharf :
Dari Ubadah
bin Shamit r.a Nabi SAW berkata: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya
boleh kamu jual sekehendakmu asal tunai.
.” Dari Abu
Hurairah dari Nabi SAW, bersabda: “(boleh menjual) emas dengan emas dengan
setimbang, sebanding, dan perak dengan perak setimbang sebanding.
” (HR.
Ahmad, Muslim & Nasa’i). Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “(Boleh menjual)
tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, garam dengan
garam, sama sebanding, tunai dengan tunai. Barang siapa menambah atau minta
tambah maka telah berbuat riba kecuali yang berlainan warnanya.
” (HR.
Muslim). Dari Abi Bakrah r.a Nabi SAW melarang (menjual) perak dengan perak,
emas dengan emas, kecuali sama. Dan Nabi menyuruh kami membeli perak dengan
emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami pula.” (HR. Bukhari Muslim).
H. Syarat dan Batasan-batasan Sharf
a.
Serah terima sebelum iftirak (berpisah) Maksudnya
yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah. Hal
ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang berbeda,
oleh karena itu kedua belah pihak
harus
melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi
dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila
persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah. Hal ini sesuai
dengan dalil yang bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan
terakhir di atas yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Begitu pula
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al- Khudhri, bahwasannya
Rasulullah bersabda: ”janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali sama
rata, dan janganlah melebihkan salah satu diantara keduanya. Dan janganlah
kalian menjual perak dengan perak, kecuali sama rata, dan janganlah kalian
melebihkan salah satu antara keduanya. Dan janganlah kalian menjual emas dan perak
yang telah ada dengan yang belum ada.”
b.
Al-tamatsul (sama rata) Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka
hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama
jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al-
tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika,
maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan
rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan
mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda.
Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan
menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing
nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.
c.
Pembayaran dengan tunai Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi
pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal
dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini tidak
terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata
uang yang berbeda.
d. Tidak mengandung akad khiyar syarat Apabila
terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari sebelah
pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak
sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara
khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya
dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali,
al-sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia.
Sedangkan batasan-batasan nya adalah:
1.
Motif
pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi
perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
2.
Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak
yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
3.
Tidak
dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak
dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah). Seseorang yang
melakukan perdagangan valuta asing wajibmemperhatikan batasan tersebut dan
wajib menjauhkan diri dari pasar gelap.Tidaklah dibenarkan pedagang valas
berpendapat bahwa “agama membenarkanpenukaran mata uang dengan syarat dilakukan
secara tunai, tetapi merekamengabaikan kepentingan masyarakat banyak.” Jika
mereka melakukanpenyimpangan karena melakukan pemerasan, maka yang semula halal
akanmenjadi terlarang karena dapat merugikan.
e. Pelaku
atau Subjek Kegiatan Valuta Asing atau Sharf
Ada tujuh pelaku dalam kegiatan valuta asing
yaitu:
1.
Perusahaan Perusahaan menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah
pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari para
importir, investor internasional dan perusahan-perusahaan 7 multinasional.
Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi.
2.
Masyarakat atau perorangan Masyarakat dan perorangan dapat melakukan transaksi
valas untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya yaitu, Ayah mengirimkan uang untuk
anaknya yang sedang sekolah di Amerika, maka terlebih dahulu Ayah harus membeli
dolar atau menukar rupiah dengan dolar Amerika.
3. Bank Umum
dan Non Bank Bank Umum dan non bank beroperasi di kedua pasar antar bank dan
nasabah. Mereka melayani nasabah yang ingin bertransaksi valas. Mereka ini
memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asing pada harga permintaan (bid)
dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi dari pada harga
penawaran (offer).
4. Broker
atau perantara Broker atau perantara adalah orang atau persahaan yang tugasnya
adalah menjadi perantara aktifitas transaksi valas.
5.
Pemerintah melakukan valas untuk berbagai tujuan antara lain membayar cicilan
hutang ke luar negeri, penerimaan hutang dari luar negeri yang harus ditukar ke
valuta sendiri.
6. Bank Sentral Di banyak negara, Bank sentral
tidak berada di bawah kendali pemerintah, dia merupakan lembaga independen yang
bertugas menstabilkan perekonomian. Bank-bank sentral menggunakan pasar valas
ini untuk memperoleh cadangan devisa dan juga mempengaruhi harga di mana mata
uangnya diperdagangkan. Bank sentral mungkin melakukan langkah-langkah yang
semata-mata dimaksudkan untuk mendukung atau mendongkrak nilai mata uang
sendiri. Kebijakan atau strategi seperti ini banyak dilakukan oleh bank-bank
sentral.
7.
Speculator dan Arbitrase Mereka ini
melakukan transaksi dalam pasar valuta asing untuk memperoleh keuntungan.
Arbitrase pada prinsipnya merupakan suatu bentuk spekulasi yang terdapat dalam
valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing di suatu pusat keuangan
kemudian menjualnya kembali di pusat keuangan lain untuk memperoleh keuntungan.
Sementara spekulator mencari seluruh keuntungan dari perubahan- perubahan harga
secara simultan. Spekulasi dan arbitrase dalam jumlah besar biasanya dilakukan
oleh trader. Bank-bank dalam hal ini dapat bertindak sebagai dealer, spekulator
dan arbitrase.
I. Jenis-jenis Valuta Asing
1. Transaksi Spot Yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valas dan penyerahannya pada saat itu atau penyelesaiannya maksimal
dalam jangka waktu dua hari, transaksi ini dibolehkan secara syari’ah, karena
dianggap tunai. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau
ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan penyelesaian kontrak .
tersebut dilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila tanggal 14 juni 2002
tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka penyelesaiannya adalah pada
hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut value
date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam
beberapa cara berikut ini:
a) Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada
tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
b) Value
tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari
keja setelah diadakannya kontrak.
c) Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua
hari kerja setelah tanggal transaksi.
2. Transaksi
Forward Yaitu transaksi pembelian dan
penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan
untuk waktu yang akan datang. Jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan
dalam syari’ah (ada unsur ketidakpastian/gharar), karena harga yang
dipergunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya
dilakukan dikemudian hari dan harga pada waktu penyerahan belum tentu sama dengan
harga yang disepakati. Transaksi forward ini biasanya sering digunakan untuk
tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau pemagaran resiko yaitu transaksi
yang dilakukan semata-mata untuk menghindari resiko kerugian akibat terjadinya
perubahan kurs.
3. Transaksi Swap
Yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot
yang dikombinasikan dengan pembelian atau penjualan valas yang sama dengan
harga forward, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/ judi/maisir.
Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme
swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual
dan membeli atau menjual dan membeli suatu mata uang yang sama. Sementara pada
spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan
menjual. Penggunaan transaksi swap sebanarnya dimaksudkan untuk menjaga
kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata
uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan
bank Indonesia (disebut reswap).
4. Transaksi
Option Yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call 10 option)
atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu, hukumnya haram
karena ada unsur spekulasi/judi/maisir.
Jual Valuta Asing dalam Perspektif Fiqih Secara
normative hukum Isalam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat sekarang
tidaklah berubah fungsi uang dalam Islam. Karena al-sharf yang dijadikan
sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau
memperjual belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat
banyak, terutama dalam kasus Indonesia.
.
Perbedaan antara al-sharf dengan perdagangan
uang atau jual beliuang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al-sharf.
Walaupun al-sharfitu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi
ia tidak dihukumi dengan konsep jual beli secara umum, karena dalam konsep jual
beli boleh untuk di tangguhkan. Sedangkan dalam variasi jual beli uang dengan
uang memakai hukum khusus yang tidak terdapat dalam bai’ mutlak (jual beli barang
dengan uang) dan bai’ muqayyadah (jual beli barang dengan barang)yaitu dalam
hal time settlement-nya. Artinya dalam aqad al-Sharf ini harus dilakukan secara
tunai (tidak boleh ditangguhkan). Sebagaimana diketahui, bahwa jual beli itu
bisa berupa ayn (goodsdan service) yang berarti barang dan jasa, atau juga
berupa dayn (financialobligation). Objek jual beli yang berupa dayn dengan
dayn, hukumnya adalah tidak sah karena hal tersebut telah menjadikan dayn
sebagai ayn. Akan tetapi ketika kedua bentuk dayn itu adalah berupa mata uang,
maka ia adalah al-sharf yang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat kedua mata
uang tersebut harus diserahkan secara langsung (tunai) sebelum para pihak
berpisah.Sehingga akad al-sharf ini bisa disebut sebagai pengecualian dari aqad
lain yang obyeknya berupa dayn. Tujuan dari keharusan tunai dalam aqad al-sharf
ini adalah untuk menghindari adanya gharar yang terdapat dalam riba fadl.
Gharar dalam aqadal-sharf ini akan lenyap karena time of settlement-nya
dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam aqad yang obyeknya berupa barang,
maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas
dan kuantitasnya. Justru merupakan satu hal yang tepat, ketika Ibn Taimiyah mensyaratkan
harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang.
Sebagai salah satu variasi jual beli, al-sharf juga tentu saja harus memenuhi
persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain sepertibai’ mutlak
dan muqayyadah. Karena agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan sejumlah
syarat, yaitu syarat adanya aqad jual beli dan syarat sahnya jual beli. Sehingga aqad jual beli itu
tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan
demikian hukum tentang al-sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta
asing tidak diragukan lagi kebolehannya dari sudut fiqh Islam.
BAB III
PENUTUPA
KESIMPULAN
Sharf
menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual
beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.
Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata
uang yang sejenis atau yang tidak sejenis.
Dalam surat dan hadits tentang ketentuan sharf dapatv disimpulkan bahwa jual beli mata
uang (valuta asing) dibatasi oleh beberapa syarat, dan syarat-syarat itu telah
disebutkan oleh para ulama dalam penukaran emas dan perak yang mana berlaku
juga dalam penukaran mata uang yang ada pada zaman setelahnya. Rukun sharfv terdiri dari:
1. Penjual
(Ba’i)
2. Pembeli
(Musytari)
3.Mata uang
yang diperjual-belikan (Sharf)
4.Nilai tukar (Si’rus Sharf) Syarat-syarat Al-Sharf adalah:v
5. Ijab kabul
(Sighat)
6. Serah terima
sebelum iftirak (berpisah)
7.
Al-tamatsul (sama rata)
8.
Pembayaran dengan tunai
9.Tidak
mengandung akad khiyar syarat
Batasan-batasan Al-Sharf adalah:
• Motif
pertukaran
• Transaksi berjangka harus dilakukan dengan
pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
• Tidak
dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak
dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan
Pelaku-pelaku atau subjek dalamv(bai’ ainiah). kegiatan valuta
asing:
• Perusahaan
• Masyarakat
atau perorangan
• Bank Umum
dan Non Bank
• Broker
atau perantara
• Pemerintah
• Bank
Sentral
• Spekulator dan arbitrase
Jenis-jenis valuta asing ada 4:
• Transaksi Spot
• Transaksi Forward
• Transaksi Swap
• Transaksi
Options.
DAFTAR PUSTAKA
AL- Bukhari
no 2029 dan 2030
Prof. Dr.
Hj. Enizar, M.Ag, hadis ekonomi 2