Next
Previous

Senin, 27 Mei 2013

0

Makalh hadis ekonomin 2

Posted in

BAB I  
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang

Persoalan perdagangan valuta asing telah menjadi sangat populer, umum dan hampir dilakukan serta diterima sebagai suatu transaksi yang dipraktekkan diseluruh dunia. Tidak ada sistem ekonomi suatu negara mengalami kemajuan tanpa berhubungan dengan perdagangan valuta asing. Oleh sebab itu selayaknya perdagangan valuta asing diterima dan diadopsi sebagai suatu kebutuhan dibidang akonomi dan bermanfaat serta sulit sekali dipisahkan dari dunia modern. Apa yang diperdagangkan dalam penjualan valuta asing? Jawabannya tentu saja uang, mata uang diperdagangkan secara berpasangan melalui broker atau dealer.
Valas bersifat interbank karena waktu perdagangannya yang secarakontinyu mengikuti waktu perdagangan masing-masing negara dan bisadiasumsikan bahwa pasar valas buka 24 jam. Dalam Islam valuta asing biasa disebut dengan Al-sharf. Dan dalam Islam tidak boleh adanya tujuan untuk spekulasi, tetapi jika perdagangan valuta asing tersebut dilakukan dengan tujuan untuk spekulasi, dan merusak sistem prekonomian suatu negara, maka hal inilah yang sangat bertentangan dengan tujuan syari’ah.
Namun bagaimana solusi yang terbaik untuk hal itu? Solusinya adalah mengadopsi dan menyesuaikan sistem perdagangan valuta asing yang ada dengan prinsip-prinsip yuridis syar’i (hukum Islam). Dalam makalah ini akan dibahas pengertian secara detail, dan bagaimana penjualan valuta asing atau al-sharf yang sesuai dengan syari’ah Islam.

B.     Rumusan masalah
a)      Bagaimana sharf menurut hadist?
b)      Apakah yang dimaksud  dengan sharf?
c)      Bagaimana hukum sharf dalam islam?
d)     Apa hikmah adanya sharf?
e)      Bagaimana rukun dan syarat sharf dalam islam?

    

BAB II
PEMBAHASAN

A.                HADIS TENTANG AL-SHARF (PENJUALAN MATA UANG)

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعْدٍ حَدَّثَنَا عَمِّي حَدَّثَنَا ابْنُ أَخِي الزُّهْرِيِّ عَنْ عَمِّهِ قَالَ حَدَّثَنِي سَالِمُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ حَدَّثَهُ مِثْلَ ذَلِكَ حَدِيثًا عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَقِيَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ فَقَالَ يَا أَبَا سَعِيدٍ مَا هَذَا الَّذِي تُحَدِّثُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ فِي الصَّرْفِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْوَرِقُ بِالْوَرِقِ مِثْلًا بِمِثْلٍ

Yang artinya :
Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'ad telah menceritakan kepada kami pamanku telah menceritakan kepada saya anak saudaraku Az Zuhriy dari pamannya berkata, telah menceritakan kepada saya Salim bin 'Abdullah dari 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma bahwa Abu Sa'id Al Khudiy menceritakan kepadanya seperti hadits tersebut dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka 'Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma menemuinya lalu berkata: "Wahai Abu Sa'id, apa yang telah anda ceritakan dari hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?. Maka Abu Sa'id berkata: "Tentang sharf (dagangan), aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jual beli emas dengan emas harus sama jumlahnya dan uang kertas dengan uang kertas harus sama pula jumlahnya". (al-bukhari no 2030)

حَدَّثَنَا صَدَقَةُ بْنُ الْفَضْلِ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عُلَيَّةَ قَالَ حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ قَالَ أَبُو بَكْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالذَّهَبِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَالْفِضَّةَ بِالْفِضَّةِ إِلَّا سَوَاءً بِسَوَاءٍ وَبِيعُوا الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ وَالْفِضَّةَ بِالذَّهَبِ كَيْفَ شِئْتُمْ
Yang artinya :
Telah menceritakan kepada kami Shadaqah bin Al Fadhal telah mengabarkan kepada kami Isma'il bin 'Ulayyah berkata, telah menceritakan kepada saya Yahya bin Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Abu Bakrah berkata, Abu Bakrah radliallahu 'anhu berkata; Telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Janganlah kalian berjual beli emas dengan emas kecuali dengan jumlah yang sama, perak dengan perak kecuali dengan jumlah yang sama dan berjual belilah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuai keinginan kalian".(al-bukhari 2029)

B.     SYARAH HADIS
Jual beli mata uang pada saat ini merupakan suatu keniscayaan, bahkan terlihat dalam rangka menjalankan ibadah haji. Umat islam di indonesia, harus membayar biaya perjalanan haji dengan menggunakan kurs dolar. Rupiah yang di bayarkan di sesuaikan dengan ketentuan atau hasil komitmen dengan pihak penerbangan untuk patokan pembayaran dengan dolar.
Ketentuan yang terdapat dalam hadis, menetapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dan di penuhi dalam teransaksi mata uang yaitu:
1.      Jika mata uang yang di jadikan objek teransaksi sejenis misalnya emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah, maka harus sama seimbang, meskipun beda kualitas atau model cetakannya.
2.      Jual beli mata uang harus di lakukan secara tunai tidak dengan kredit atau angsuran, atau dibayar di belakang.
Menurut ketentuan pertama, jika mata uang yang di perjual belikan sama, maka nominalnya juga harus sama, meskipun dalam pecahan atau cetakan yang beda. Dengan ketentuan ini semua peraktek yang memperjual belikan rupiah dengan rupiah, misalnya satu pecahan 10.000 an dengan 8 pecahan ribuan, atau 10 pecahan 1000 an lusuh dengan 8 lembar an baru, tidak sesuai dengan ketentuan islam. Teransaksi semacam itu tidak sah.
     Dulu pada masa Nabi saw pernah terjadi teransaksi seperti itu. Tetapi ketika Rasulullah Saw. Mengetahui beliau melarang praktek tersebut dan menyatakan harus seimbang. Dalam hadis Rasulullah Saw. menegaskan bahwa jual beli barang yang tidak seimbang maka kelebihanya termasuk riba. Sangat jelas bahwa riba itu sangat dilarang oleh islam.
      Dari ketentuan ini juga dapat diketahui bahwa mata uang yang di perjual belikan tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar, maka dapatndi jual sesuai dengan hasilnpenawaran penjualan dan pembelian atau harga pasar.
Dari ketentuan ke dua dalam jual beli mata uang baik sejenis ataupun tidak sejenis harus tunai sama tunai atau terjadi penangguhan  penyerahan uang maka kedua belah pihak mengikuti cara yang sama. Hal ini terutama tidak menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.


C.    KANDUNGAN HADIS

            Jual beli mata uang yang banyak dilakukan di dunia perbankan atau perorangan, harus memeprhatikan ketentuan yang telah di tentukan secra tegas oleh Rasulullah Saw.
1.      Memperjualbelikan mata uang sejenis misalnya emas dengan emas harus sama nominalnya. Jika teransaksi tersebut ada kelebihan atau kekurangan yang satu dari lainnya maka teransaksi tersebut tidak sah.
2.      Apabila mata uang yang di perjualbelikan tidak sejenis maka penjualan dan pembeliab dapat menjual sesuai dengan hasil penawaran atau kesepakatan antara penjual dan pembeli.
3.      Jual beli mata uang harus di lakukan secara tuna.


D.    Pengertian Sharf

Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis atau yang tidak sejenis. Dalam istilah fiqh al-mu’amalah prinsip ini biasa disebut dengan bay’al-sharf (jual beli mata uang).
Dalam mekanisme perbankan syari’ah, sharf berarti jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Sharf juga bisa diartikan sebagai jual beli uang logam dengan uang logam lainnya. Misalnya jual beli dinar, emas dan dirham perak. Sharf adalah bagian dari transaksi jual beli yang dibolehkan syariah Islam. Dalam bursa mata uang sharf adalah tukar menukar antar satu mata uang dengan mata uang lain. Hal itu dilakukan karena kebutuhan orang dalam berbisnis antar negara.
Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan (Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu uang yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul perbandingan nilai mata uang antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan. Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah (berfluktuasi) setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya. Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang. Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai.

E.     Hukum Sharf

 Sharf diperbolehkan karena termasuk bentuk jual beli. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jual lah emas semau kalian dengan kontan” (HR. Bukhari). Penukaran emas dengan emas dan perak dengan perak diperbolehkan jika kadarnya sama. Perbedaan harga atau berat dalam jual beli sesuatu yang jenisnya berbeda diperbolehkan. Misalnya, emas dengan perak asal dilakukan di dalam majelis. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Jika jenis-jenis tidak sama, juallah semau kalian asal tangan dengan tangan (kontan)” (HR. Muslim)

Praktek al-sharf hanya terjadi dalam transaksi jual beli, di mana praktek ini diperbolehkan dalam Islam.
 berdasarkan firman Allah QS. al-Baqarah ayat 275 yang artinya: ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.


Kemudian dalam hadis Rasulullah juga disebutkan bahwa
:  ‫ل تسبيعوا الذهسب بالذهسب ال سسواء بسسواء, والفضسة بالفضسة, ال سسواء بسسواء, و بيعوا الذهسب (‫بالفضة والفضة بالذهب كيف شئتم )رواه بخاري

Yang artinya : “Janganlah engkau menjual emas dengan emas, kecuali seimbang,dan jangan pula menjual perak dengan perak kecuali seimbang. Jual lah emas dengan perak atau perak dengan emas sesuka kalian.” (HR. Bukhari).

Hadits yang ke 2 yang artinya: “Nabi melarang menjual perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali seimbang. Dan Nabi memerintahkan untuk menjual emas dengann perak sesuka kami, dan menjual perak dengan emas sesuka kami”.

Hadits yang ke 3 yang artinya: “Kami telah diperintahkan untuk membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami. Abu Bakrah berkata: beliau (Rasulullah) ditanya oleh seorang laki-laki, lalu beliau menjawab, Harus tunai (cash). Kemudian Abi Bakrah berkata, Demikianlah yang aku dengar.” (HR. Abu Hurairah).
HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS
1. Ada Ijab-Qobul : ---> Ada perjanjian untuk memberi dan menerima
·         Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai.
·         Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan.
·         Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan           melakukan tindakan tindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)
2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
·         Suci barangnya (bukan najis)
·         Dapat dimanfaatkan
·         Dapat diserahterimakan
·         Jelas barang dan harganya
·         Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya
·         Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan

F.     Hikmah Sharf  

Hikmah disyariatkannya sharf ialah untuk memudahkan seorang muslim menukar uang logamnya dengan uang logam lainnya ketika dibutuhkan.
G.    Rukun dan Landasan Syari’ah sharf

 Rukun transaksi sharf terdiri atas:
1. Penjual (Ba’i)
2. Pembeli (Musytari)
3. Mata uang yang diperjual-belikan (Sharf)  
4. Nilai tukar (Si’rus Sharf)
5. IJAB KABUL(SIGHT)

    Landasan syari’ah sharf :
Dari Ubadah bin Shamit r.a Nabi SAW berkata: “Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, hendaklah sama banyaknya, tunai dan timbang terima. Apabila berlainan jenisnya boleh kamu jual sekehendakmu asal tunai.

.” Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, bersabda: “(boleh menjual) emas dengan emas dengan setimbang, sebanding, dan perak dengan perak setimbang sebanding.

” (HR. Ahmad, Muslim & Nasa’i). Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “(Boleh menjual) tamar dengan tamar, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, garam dengan garam, sama sebanding, tunai dengan tunai. Barang siapa menambah atau minta tambah maka telah berbuat riba kecuali yang berlainan warnanya.

” (HR. Muslim). Dari Abi Bakrah r.a Nabi SAW melarang (menjual) perak dengan perak, emas dengan emas, kecuali sama. Dan Nabi menyuruh kami membeli perak dengan emas sesuka kami dan membeli emas dengan perak sesuka kami pula.” (HR. Bukhari Muslim).

H.    Syarat dan Batasan-batasan Sharf

a.       Serah terima sebelum iftirak (berpisah) Maksudnya yaitu transaksi tukar menukar dilakukan sebelum kedua belah pihak berpisah. Hal ini berlaku pada penukaran mata uang yang berjenis sama maupun yang berbeda, oleh karena itu kedua belah pihak
harus melakukan serah terima sebelum keduanya berpisah meninggalkan tempat transaksi dan tidak boleh menunda pembayaran salah satu antara keduanya. Apabila persyaratan ini tidak dipenuhi, maka jelas hukumnya tidak sah. Hal ini sesuai dengan dalil yang bersumber dari hadis nabi seperti yang telah disebutkan terakhir di atas yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
Begitu pula dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Sa’ad al- Khudhri, bahwasannya Rasulullah bersabda: ”janganlah kalian menjual emas dengan emas, kecuali sama rata, dan janganlah melebihkan salah satu diantara keduanya. Dan janganlah kalian menjual perak dengan perak, kecuali sama rata, dan janganlah kalian melebihkan salah satu antara keduanya. Dan janganlah kalian menjual emas dan perak yang telah ada dengan yang belum ada.”

b. Al-tamatsul (sama rata) Pertukaran uang yang nilainya tidak sama rata maka hukumnya haram, syarat ini berlaku pada pertukaran uang yang satu atau sama jenis. Sedangkan pertukaran uang yang jenisnya berbeda, maka dibolehkan al- tafadhul. Misalnya yaitu menukar mata uang dolar Amerika dengan dolar Amerika, maka nilainya harus sama. Namun apabila menukar mata uang dolar Amerika dengan rupiah, maka tidak disyaratkan al-tamatsul. hal ini praktis diperbolehkan mengingat nilai tukar mata uang dimasing-masing negara di dunia ini berbeda. Dan apabila diteliti, hanya ada beberapa mata uang tertentu yang populer dan menjadi mata uang penggerak di perekonomian dunia, dan tentunya masing-masing nilai mata uang itu sangat tinggi nilainya.

c. Pembayaran dengan tunai Tidak sah hukumnya apabila di dalam transaksi pertukaran uang terdapat penundaan pembayaran, baik penundaan tersebut berasal dari satu pihak atau disepakati oleh kedua belah pihak. Syarat ini tidak terlepas dari apakah pertukaran itu antara mata uang yang sejenis maupun mata uang yang berbeda.

 d. Tidak mengandung akad khiyar syarat Apabila terdapat khiyar syarat pada akad al-sharf baik syarat tersebut dari sebelah pihak maupun dari kedua belah pihak, maka menurut jumhur ulama hukumnya tidak sah. Sebab salah satu syarat sah transaksi adalah serah terima, sementara khiyar syarat menjadi kendala untuk kepemilikan sempurna. Hal ini tentunya dapat mengurangi makna kesempurnaan serah terima. Menurut ulama Hambali, al-sharf dianggap tetap sah, sedangkan khiyar syaratnya menjadi sia-sia. Sedangkan batasan-batasan nya adalah:
1.       Motif pertukaran adalah rangka mendukung transaksi komersil, yaitu transaksi perdagangan barang dan jasa antar bangsa, bukan dalam rangka spekulasi.
2.      Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
3.       Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (bai’ ainiah). Seseorang yang melakukan perdagangan valuta asing wajibmemperhatikan batasan tersebut dan wajib menjauhkan diri dari pasar gelap.Tidaklah dibenarkan pedagang valas berpendapat bahwa “agama membenarkanpenukaran mata uang dengan syarat dilakukan secara tunai, tetapi merekamengabaikan kepentingan masyarakat banyak.” Jika mereka melakukanpenyimpangan karena melakukan pemerasan, maka yang semula halal akanmenjadi terlarang karena dapat merugikan.
e. Pelaku atau Subjek Kegiatan Valuta Asing atau Sharf
      
 Ada tujuh pelaku dalam kegiatan valuta asing yaitu:
1. Perusahaan Perusahaan menggunakan pasar valuta asing untuk mempermudah pelaksanaan transfer investasi atau komersil. Kelompok ini terdiri dari para importir, investor internasional dan perusahan-perusahaan 7 multinasional. Mereka menggunakan pasar valuta asing untuk tujuan investasi.
2. Masyarakat atau perorangan Masyarakat dan perorangan dapat melakukan transaksi valas untuk memenuhi kebutuhannya. Contohnya yaitu, Ayah mengirimkan uang untuk anaknya yang sedang sekolah di Amerika, maka terlebih dahulu Ayah harus membeli dolar atau menukar rupiah dengan dolar Amerika.
3. Bank Umum dan Non Bank Bank Umum dan non bank beroperasi di kedua pasar antar bank dan nasabah. Mereka melayani nasabah yang ingin bertransaksi valas. Mereka ini memperoleh keuntungan dengan membeli valuta asing pada harga permintaan (bid) dan menjualnya kembali pada harga yang sedikit lebih tinggi dari pada harga penawaran (offer).
4. Broker atau perantara Broker atau perantara adalah orang atau persahaan yang tugasnya adalah menjadi perantara aktifitas transaksi valas.
5. Pemerintah melakukan valas untuk berbagai tujuan antara lain membayar cicilan hutang ke luar negeri, penerimaan hutang dari luar negeri yang harus ditukar ke valuta sendiri.
 6. Bank Sentral Di banyak negara, Bank sentral tidak berada di bawah kendali pemerintah, dia merupakan lembaga independen yang bertugas menstabilkan perekonomian. Bank-bank sentral menggunakan pasar valas ini untuk memperoleh cadangan devisa dan juga mempengaruhi harga di mana mata uangnya diperdagangkan. Bank sentral mungkin melakukan langkah-langkah yang semata-mata dimaksudkan untuk mendukung atau mendongkrak nilai mata uang sendiri. Kebijakan atau strategi seperti ini banyak dilakukan oleh bank-bank sentral.
7. Speculator dan Arbitrase  Mereka ini melakukan transaksi dalam pasar valuta asing untuk memperoleh keuntungan. Arbitrase pada prinsipnya merupakan suatu bentuk spekulasi yang terdapat dalam valuta asing, di mana mereka membeli suatu valuta asing di suatu pusat keuangan kemudian menjualnya kembali di pusat keuangan lain untuk memperoleh keuntungan. Sementara spekulator mencari seluruh keuntungan dari perubahan- perubahan harga secara simultan. Spekulasi dan arbitrase dalam jumlah besar biasanya dilakukan oleh trader. Bank-bank dalam hal ini dapat bertindak sebagai dealer, spekulator dan arbitrase.

I.       Jenis-jenis Valuta Asing
1. Transaksi Spot Yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas dan penyerahannya pada saat itu atau penyelesaiannya maksimal dalam jangka waktu dua hari, transaksi ini dibolehkan secara syari’ah, karena dianggap tunai. Misalnya kontrak jual beli suatu mata uang spot dilakukan atau ditutup pada tanggal 12 juni 2002, penyerahan dan penyelesaian kontrak . tersebut dilakukan pada tanggal 14 juni 2002. Apabila tanggal 14 juni 2002 tersebut kebetulan hari libur atau hari sabtu, maka penyelesaiannya adalah pada hari kerja berikutnya. Tanggal penyelesaian transaksi seperti ini disebut value date. Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:
a) Value today, yaitu penyerahan dana dilakukan pada tanggal (hari) yang sama dengan tanggal (hari) diadakannya transaksi (kontrak).
 b) Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau hari keja setelah diadakannya kontrak.
 c) Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi.

 2. Transaksi Forward  Yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang. Jenis transaksi seperti ini tidak diperbolehkan dalam syari’ah (ada unsur ketidakpastian/gharar), karena harga yang dipergunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan dikemudian hari dan harga pada waktu penyerahan belum tentu sama dengan harga yang disepakati. Transaksi forward ini biasanya sering digunakan untuk tujuan hedging dan spekulasi. Hedging atau pemagaran resiko yaitu transaksi yang dilakukan semata-mata untuk menghindari resiko kerugian akibat terjadinya perubahan kurs.

3. Transaksi Swap  Yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian atau penjualan valas yang sama dengan harga forward, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/ judi/maisir. Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau menjual dan membeli suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan menjual. Penggunaan transaksi swap sebanarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan bank Indonesia (disebut reswap).

 4. Transaksi Option Yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli (call 10 option) atau hak untuk menjual (put option) yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valas pada harga dan jangka waktu atau tanggal tertentu, hukumnya haram karena ada unsur spekulasi/judi/maisir.

Jual Valuta Asing dalam Perspektif Fiqih Secara normative hukum Isalam, jual beli valuta asing yang dilakukan saat sekarang tidaklah berubah fungsi uang dalam Islam. Karena al-sharf yang dijadikan sebagai salah satu jasa perbankan tidaklah sama dengan perdagangan uang atau memperjual belikan uang yang dalam banyak hal telah merugikan masyarakat banyak, terutama dalam kasus Indonesia.
.
 Perbedaan antara al-sharf dengan perdagangan uang atau jual beliuang, terletak pada hukum yang diterapkan pada al-sharf. Walaupun al-sharfitu merupakan salah satu variasi dari jual beli, akan tetapi ia tidak dihukumi dengan konsep jual beli secara umum, karena dalam konsep jual beli boleh untuk di tangguhkan. Sedangkan dalam variasi jual beli uang dengan uang memakai hukum khusus yang tidak terdapat dalam bai’ mutlak (jual beli barang dengan uang) dan bai’ muqayyadah (jual beli barang dengan barang)yaitu dalam hal time settlement-nya. Artinya dalam aqad al-Sharf ini harus dilakukan secara tunai (tidak boleh ditangguhkan). Sebagaimana diketahui, bahwa jual beli itu bisa berupa ayn (goodsdan service) yang berarti barang dan jasa, atau juga berupa dayn (financialobligation). Objek jual beli yang berupa dayn dengan dayn, hukumnya adalah tidak sah karena hal tersebut telah menjadikan dayn sebagai ayn. Akan tetapi ketika kedua bentuk dayn itu adalah berupa mata uang, maka ia adalah al-sharf yang hukumnya boleh (mubah) dengan syarat kedua mata uang tersebut harus diserahkan secara langsung (tunai) sebelum para pihak berpisah.Sehingga akad al-sharf ini bisa disebut sebagai pengecualian dari aqad lain yang obyeknya berupa dayn. Tujuan dari keharusan tunai dalam aqad al-sharf ini adalah untuk menghindari adanya gharar yang terdapat dalam riba fadl. Gharar dalam aqadal-sharf ini akan lenyap karena time of settlement-nya dilaksanakan secara tunai. Sedangkan dalam aqad yang obyeknya berupa barang, maka selain masa penyerahannya yang harus tunai, juga harus sama dalam hal kualitas dan kuantitasnya. Justru merupakan satu hal yang tepat, ketika Ibn Taimiyah mensyaratkan harus dilakukan secara simultan (taqabud) dalam transaksi perdagangan uang. Sebagai salah satu variasi jual beli, al-sharf juga tentu saja harus memenuhi persyaratan sebagaimana halnya variasi jual beli yang lain sepertibai’ mutlak dan muqayyadah. Karena agar jual beli itu terbentuk dan sah diperlukan sejumlah syarat, yaitu syarat adanya aqad jual beli dan syarat  sahnya jual beli. Sehingga aqad jual beli itu tidak saja ada dan terbentuk, akan tetapi juga sah secara hukum. Dengan demikian hukum tentang al-sharf yang biasa diartikan dengan jual beli valuta asing tidak diragukan lagi kebolehannya dari sudut fiqh Islam.


BAB III

PENUTUPA

KESIMPULAN 

Sharf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli atau pertukaran mata uang dapat dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis atau yang tidak sejenis.  Dalam surat dan hadits tentang ketentuan sharf dapatv disimpulkan bahwa jual beli mata uang (valuta asing) dibatasi oleh beberapa syarat, dan syarat-syarat itu telah disebutkan oleh para ulama dalam penukaran emas dan perak yang mana berlaku juga dalam penukaran mata uang yang ada pada zaman setelahnya.  Rukun sharfv terdiri dari:
1. Penjual (Ba’i)
2. Pembeli (Musytari)
3.Mata uang yang diperjual-belikan (Sharf)
 4.Nilai tukar (Si’rus Sharf)  Syarat-syarat Al-Sharf adalah:v
5. Ijab kabul (Sighat)
6. Serah terima sebelum iftirak (berpisah)
7. Al-tamatsul (sama rata)
8. Pembayaran dengan tunai
9.Tidak mengandung akad khiyar syarat

 Batasan-batasan Al-Sharf adalah:
• Motif pertukaran
 • Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
• Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai, atau dengan kata lain tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan  Pelaku-pelaku atau subjek dalamv(bai’ ainiah). kegiatan valuta asing:
• Perusahaan
• Masyarakat atau perorangan
• Bank Umum dan Non Bank
• Broker atau perantara
• Pemerintah
• Bank Sentral
 • Spekulator dan arbitrase

 Jenis-jenis valuta asing ada 4:
 • Transaksi Spot
 • Transaksi Forward
 • Transaksi Swap
• Transaksi Options.



DAFTAR PUSTAKA

AL- Bukhari no 2029 dan 2030
Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag, hadis ekonomi 2