MAKALAH SPI
Posted in Makalh SPI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Cemerlangnya
peradaban Islam, berjaya pada masa
Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Sekian abad kejayaan Islam, berakhir setelah
serangan Mongol terhadap seljuk pada tahun 1300 M, kekuatan politik Islam
mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya tecabik-cabik dalam
beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling memerangi. Beberapa
peninggalan budaya dan peradaban Islam banyak yang hancur akibat serangan
bangsa Mongol itu. Namun, kamalangan tidak berhenti sampai di situ. Timur Lenk,
pemimpin bangsa mongol saat itu, juga menghancurkan pusat-pusat kekuasaan Islam
yang lain.
Setelah
Dinasti Abbasiyah mengalami kehancuran, kondisi politik umat Islam secara
keseluruhan mengalami kemajuan, umat Islam bangkit kembali setelah terbentuknya
tiga kerajaan besar yaitu : Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia
dan Kerajaan Mughal di India.
tarekat
Safawiyah menjadi gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut
kerajaan Safawi. Kerajaan ini mampu mempersatukan seluruh daerah Persia sebagai
satu negara Kerajaan Usmani di samping yang pertama berdiri, juga yang terbesar
dan paling lama bertahan dibanding kedua kerajaan lainnya. Turki Usmani
dianggap sebagai dinasti yang mampu menghimpun kembali umat Islam setelah
beberapa lama mengalami kemunduran politik.
Kerajaan
Mughal berdiri, setelah seperempat abad berdirinya kerajaan Safawi, kerajaan
Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kotanya. kerajaan Mughal bukanlah
kerajan Islam pertama di anak Benua India. Awal kekuasaan Islam di wilayah
India terjadi pada masa khalifah al-Walid dari Dinasti Bani Umayyah. Akan
tetapi Kerajaan Mughal termasuk salah satu kerajaan yang sangat berperan
penting dalam membangun peradaban Islam.
2.
Rumusan Masalah
3.
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kerajaan Safawi
a.
Perkembangan Kerajaan Safawi
Pada waktu
kerajaan Turki Usmani sudah mencapai puncak kejayaannya, kerajaan Safawi di
Persia masih baru berdiri. Namun pada kenyataannya, kerajaan ini berkembang
dengan cepat. Nama Safawi ini terus di pertahankan sampai tarekat Safawiyah
menjadi suatu gerakan politik dan menjadi sebuah kerajaan yang disebut kerajaan
Safawi. Dalam perkembangannya, kerajaan Safawi sering berselisih dengan
kerajaan Turki Usmani (Yatim, 1998:138).
Kerajaan
Safawi mempunyai perbedaan dari dua kerajaan besar Islam lainnya seperti
kerajaan Turki Usmani dan Mughal. Kerajaan ini menyatakan sebagai penganut
Syi'ah dan dijadikan sebagai madzhab negara. Oleh karena itu, kerajaan Safawi
dianggap sebagai peletak dasar pertama terbentuknya negara Iran .
Kerajaan
Safawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di daerah Ardabil kota
Azerbaijan (Holt dkk, 1970:394). Tarekat ini bernama Safawiyah sesuai dengan
nama pendirinya Safi Al-Din, salah satu keturunan Imam Syi'ah yang keenam “Musa
al-Kazim”. Pada awalnya tarekat ini bertujuan memerangi orang-orang yang ingkar
dan pada akhirnya memerangi orang-orang ahli bid'ah (Hamka, 1981:79).Dalam
perkembangannya Bangsa Safawi (tarekat Safawiyah) sangat fanatik terhadap
ajaran-ajarannya. Hal ini ditandai dengan kuatnya keinginan mereka untuk
berkuasa karena dengan berkuasa mereka dapat menjalankan ajaran agama yang
telah mereka yakini (ajaran Syi'ah).
Bermula dari
prajurit akhirnya mereka memasuki Dunia perpolitikan pada masa kepemimpinan
Juneid (1447-1460 M). Dinasti Safawi memperluas geraknya dengan menumbuhkan
kegiatan politik di dalam kegiatan-kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini
menimbulkan konflik dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam), salah satu suku
bangsa Turki, yang akhirnya menyebabkan kelompok Juneid kalah dan diasingkan
kesuatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar
Bakr, AKKoyunlu, juga suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun Hasan, yang
ketika itu menguasai sebagian besar Persia (Holt, 1970:396).
Tahun 1459
M, Juneid mencoba merebut Ardabil tapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba
merebut Sircassia tetapi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan
dan ia terbunuh dalam pertempuran tersebut (Brockelman, 1974:494). Penggantinya
diserahkan kepada anaknya Haidar secara resmi pada tahun 1470 M, lalu Haidar
kawin dengan seorang cucu Uzun Hasan dan lahirlah Isma'il yang kemudian hari
menjadi pendiri kerajaan Safawi di Persia dan mengatakan bahwa Syi'ahlah yang
resmi dijadikan mazdhab kerajaan ini. Kerajaan inilah yang dianggap sebagai
peletak batu pertama negara Iran (Yatim, 2003:139-140).
Periode
selanjutnya, kepemimpinan gerakan Safawi di serahkan pada Ismail. Selama 5
tahun, Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan untuk menyiapkan pasukan
dan kekuatan. Di kota Tabriz Ismail memproklamasikan dirinya sebagai raja
pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga Ismail I (Brockelmann, 1974:398).
Ismail I berkuasa kurang lebih 23 tahun antara 1501-1524 M. Pada sepuluh tahun
pertama ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, Buktinya ia dapat
menghancurkan sisa-sisa kekuatan AK Koyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai
propinsi Kaspia di Nazandaran, Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507
M) Baghdad dan daerah Barat daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan.
Hanya dalam waktu sepuluh tahun itu wilayah kekuasaannya sudah meliputi seluruh
Persia dan bagian timur Bulan Sabit Subur (Fertile Crescent) .
Rasa
pemusuhan dengan Kerajaan Usmani terus berlangsung sepeninggal Ismail I,
peperangan antara dua kerajaan besar Islam ini terjadi beberapa kali pada masa
pemerintahan Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M) dan Muhammad
Khudabanda (1577-1567M). Pada masa tiga raja tersebut kerajaan Safawi mengalami
kelemahan. Hal ini di karenakan sering terjadinya peperangan melawan kerajaan
Usmani yang lebih kuat, juga sering terjadi pertentangan antara kelompok dari
dalam kerajaan Safawi sendiri.
Berikut
urutan penguasa kerajaan Safawi :
1. Isma'il I
(1501-1524 M)
2. Tahmasp I
(1524-1576 M)
3. Isma'il
II (1576-1577 M)
4. Muhammad
Khudabanda (1577-1587 M)
5. Abbas I
(1587-1628 M)
6. Safi
Mirza (1628-1642 M)
7. Abbas II
(1642-1667 M)
8. Sulaiman
(1667-1694 M)
9. Husein I
(1694-1722 M)
10. Tahmasp
II (1722-1732 M)
11. Abbas
III (1732-1736 M)
b. Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Kondisi
kerajaan Safawi yang memprihatinkan itu baru bisa diatasi setelah raja Safawi
kelima, Abbas I naik tahta (1588-1628 M). Langkah-langkah yang ditempuh oleh
Abbas I dalam rangka memulihkan kerajaan Safawi adalah:
1.
Berusaha
menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash dengan cara membentuk pasukan baru
yang berasal dari budak-budak dan tawanan perang bangsa Georgia, Armenia dan
Sircassia.
2.
Mengadakan
perjanjian damai dengan Turki Usmani dengan jalan menyerahkan wilayah
Azerbaijan, Georgia, dan disamping itu Abbas berjanji tidak akan menghina tiga
Khalifah pertama dalam Islam (Abu Bakar, Umar dan Usman) dalam khutbahkhutbah
Jum'at. Sebagai jaminan atas syarat itu, Abbas menyerahkan saudara sepupunya
Haidar Mirza sebagai sandera di Istambul (Borckelmann, 1974:503).
Masa
kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Ia berhasil
mengatasi gejolak politik dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan
sekaligus berhasil merebut kembali beberapa wilayah kekuasaan yang pernah
direbut oleh kerajaan lain seperti Tabriz, Sirwan dan sebagainya yang
sebelumnya lepas direbut oleh kerajaan usmani.
Kemajuan
yang di capai kerajaan Safawi tidak hanya terbatas di bidang politik, melainkan
bidang lainnya juga mangalami kemajuan. Kemajuan-kemajaun itu antara lain :
1. Bidang
Ekonomi
2. Bidang
Ilmu Pengatahuan
3. Bidang
Pembangunan Fisik dan Seni
c. Kemunduran
Kerajaan Safawi
Sepeninggal
Abbas I, Kerajaan Safawi berturut-turut diperintah oleh enam raja, yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein
(1694- 1722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1733-1736 M). Pada masa
raja-raja tersebut kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan
berkembang, tetapi justru memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa
kepada kehancuran. Raja Safi Mirza (cucu Abbas I) juga menjadi penyebab
kemunduran Safawi karena dia seorang raja yang lemah dan sangat kejam terhadap
pembesar-pembesar kerajaan. Di lain sisi dia juga seorang pencemburu yang
akhirnya mengakibatkan mundurnya kemajuan-kemajuan yang telah diperoleh dalam
pemerintahan sebelumnya (Abbas I).
Kota
Qandahar lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughal
yang ketika itu diperintah oleh Sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut
oleh kerajaan Usmani. Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras
sehingga ia jatuh sakit dan meninggal. Sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga
seorang pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya.
Akibatnya rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Ia diganti oleh Shah
Husein yang alim. Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para ulama Syi'ah yang
sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni. Sikap ini
membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka berontak
dan berhasil mengakhiri kekuasaan Dinasti Safawi (Hamka, 1981:71).
Pemberontakan
bangsa Afghan tersebut terjadi pertama kali tahun 1709 M di bawah pimpinan Mir
Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Pemberontakan lainnya terjadi di
Heart, suku Ardabil Afghanistan berhasil menduduki Mashad. Mir Vays diganti
oleh Mir Mahmud dan ia dapat mempersatukan pasukannya dengan pasukan Ardabil,
sehingga ia mampu merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi. Karena
desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein akhirnya mengakui kekuasaan Mir
Mahmud dan mengangkatnya menjadi
gebernur di Qandahar dengan gelar Husei Quli Khan (budak Husein).
Salah
seorang putera Husein, bernama Tahmasp II, mendapat dukungan penuh dari suku
Qazar dari Rusia, memproklamasikan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa
atas Persia dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahun 1726 M, Tahmasp
II bekerjasama dengan Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir
bangsa Afghan yang menduduki Isfahan. Asyraf, pengganti Mir Mahmud, yang
berkuasa di Isfahan digempur dan dikalahkan oleh pasukan Nadir Khan tahun 1729
M. Asyraf sendiri terbunuh dalam peperangan itu. Dengan demikian Dinasti Safawi
kembali berkuasa. Namun, pada bulan Agustus 1732 M, Tahmasp II di pecat oleh
Nadir Khan dan di gantikan oleh Abbas III (anak Tahmasp II) yang ketika itu
masih sangat kecil. 4 tahun setelah itu, tepatnya tanggal 8 Maret 1736, Nadir
Khan mengangkat dirinya sebagai raja menggantikan Abbas III. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Dinasti Safawi di Persia (Holt, 1970:428-429).
Adapun
sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi adalah:
1.
Adanya
konflik yang berkepanjangan dengan kerajaan Usmani.
Berdirinya
kerajaan Safawi yang bermadzhab Syi'ah merupakan ancaman bagi kerajaan Usmani,
sehingga tidak pernah ada perdamaian antara dua kerajaan besar ini.
2.
Terjadinya dekandensi moral yang melanda sebagian pemimpin kerajaaan
Safawi, yang juga ikut mempercepat proses kehancuran kerajaan ini. Raja
Sulaiman yang pecandu narkotik dan menyenangi kehidupan malam selama tujuh
tahun tidak pernah sekalipun ssmenyempatkan diri menangani pemerintahan, begitu
pula dengan sultan Husein.
3. Pasukan ghulam
(budak-budak) yang dibentuk Abbas I ternyata tidak memiliki semangat
perjuangan yang tinggi seperti semangat Qizilbash . Hal ini dikarenakan
mereka tidak memiliki ketahanan mental karena tidak dipersiapkan secara
terlatih dan tidak memiliki bekal rohani. Kemerosotan aspek kemiliteran ini
sangat besar pengaruhnya terhadap lenyapnya ketahanan dan pertahanan kerajaan
Safawi.
4. Seringnya
terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga
istana.
2.
Dinasti Mughal (1526–1707)
a)
Perkembangan Kerajaan Mughal
Sekilas
Wajah Peradaban Islam di India Kemunduran kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad,
tidak memungkinkan Islam menaklukkan seluruh daratan Asia, khususnya China dan
Mongolia. Sebaliknya, dengan kegagahan yang mengalir dalam darah Mongol mampu
meluluh lantakkan Baghdad. Ternyata, dengan penyerangan inilah, Islam masuk ke
jiwa-jiwa pemberani tersebut. Banyak pembesar kerajaan Mongol yang memeluk
agama Islam. Dinasti Changtai (1227-1369 M) yang didirikan oleh putra Jengis
Khan, Changtai, merupakan cikal bakal Kerajaan Mughal di India. Karena Babur
adalah keturunan Raja Changtai. Dinasti Ilkhan (1256-1335 M) yang didirikan
oleh cucu Jengis Khan, Raja ke-7, Ghazan, juga seorang Muslim dan pada masanya,
Ilkhan mencapai kejayaan.
Kemaharajaan
Mughal, (Mughal Baadshah atau sebutan lainnya Mogul ) adalah sebuah
kerajaan yang pada masa jayanya memerintah Afghanistan, Balochistan, dan
kebanyakan anak benua India antara 1526 dan 1858 M. Kerajaan ini didirikan oleh
keturunan Mongol, Babur, pada 1526 .
Kata mughal
adalah versi Indo-Aryan dari Mongol . Dinasti Mughal berdiri tegak selama
kurang lebih tiga abad (1526–1858 M) di India. Islam telah memberi warna
tersendiri di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas memeluk agama Hindu.
Hingga kini, gaung kebesaran Islam warisan Dinasti Mughal memang sudah tidak
terdengar lagi. Tetapi, lahirnya Negara Islam Pakistan tidak terlepas dari
perkembangan Islam pada masa dinasti tersebut.
Pemerintahan
Kemaharajaan Mughal didirikan oleh Zahirudin Babur pada 1526 M. Babur merupakan
cucu Timur Lenk dari pihak ayah dan cucu Jenghiz Khan dari pihak ibu. Kerajaan
ini dimulai ketika dia mengalahkan Ibrahim Lodi, Sultan Delhi terakhir pada
pertempuran pertama Panipat dengan bantuan Gubernur Lahore. Ia menguasai Punjab
dan meneruskan ke Delhi yang dijadikan ibukota kerajaan. Penguasa setelah Babur
adalah putranya sendiri, Nashirudin Humayun (1530-1556 M) di masa ini kondisi
kerajaan tidak stabil, karna banyak perlawanan dari musuh-musuhnya.
Pada 1540
terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Sher Khan dari Qanauj mengakibatkan
Humayun melarikan diri ke Persia. Atas bantuan Raja Persia (Safawiyah), Humayun
kembali merebut Delhi tahun 1555 M.
b)
Masa Kejayaan Kerajaan Mughal
Puncak
kejayaan kerajaan Mughal terjadi pada masa pemerintahan Putra Humayun, Akbar
Khan (1556-1605 M). Sistem Pemerintahan Akbar adalah militeristik. Akbar
berhasil memperluas wilayah sampai Kashmir dan Gujarat. Pejabatnya diwajibkan mengikuti
latihan militer. Politik Akbar yang sangat terkenal dan berhasil menyatukan
rakyatnya adalah Sulhul Kull atau toleransi universal, yang memandang sama
semua derajat. Akbar menciptakan Din Ilahi, yang menjadikan semua agama menjadi
satu demi stabilitas antara Hindu dan Islam. Akbar mengawini putri pemuka Hindu
dan melarang memakan daging sapi. Penguasa keempat adalah Jahangir (1605-1628
M), putra Akbar. Jahangir adalah penganut Ahlusunah wal jamaah, sehingga apa
yang ayahnya ciptakan menjadi hilang pengaruhnya. Dari itu muncul berbagai
pemberontakan, terutama oleh putranya sendiri, Kurram. Kurram berhasil
menangkap ayahnya, tapi berkat permaisuri kerajaan, permusuhan antara ayah dan
anak ini bisa dipadamkan.
Setelah
Jahangir meninggal, Kurram naik tahta setelah mengalahkan saudaranya, Asaf
Khan. Kurram bergelar Shah Jahan (1627-1658 M) . Masa ini banyak terjadi
pemberontakan, terutama dari kalangan keluarga kerajaan. Aurangzeb, panglima
dan juga putra ketiga Shah Jahan berhasil memadamkan pemberontakan dari
keturunan Lodi. Keberhasilan Aurangzeb membuat saudara tertuanya, Dara, merasa
iri dan menuduh ingin merebut tahta kerajaan. Namun ketangguhan Aurangzeb
berhasil mengalahkan saudaranya sekaligus menangkap ayahnya, Shah Jahan. Hal
ini pernah dilakukan sendiri oleh Shah Jahan terhadap kakek Aurangzeb,
Jahangir. Aurangzeb, (1658-1707 M) menggantikan ayahnya, Shah Jahan. Kebijakan
Aurangzeb sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para pendahulunya terutama
buyutnya, Akbar Khan. Ia melarang berjudi, minuman keras.
Kebesaran
namanya sejajar dengan kebesaran nama buyutnya, Akbar Khan. Meski pemberontakan
bisa dipadamkan oleh Aurangzeb, namun setelah kematian Aurangzeb, banyak
propinsi yang memisahkan diri.
c)
Kemunduran Kerajaan Mughal
Kerajaan ini
mulai mengalami kemunduran, meskipun tetap berkuasa selama 150 tahun
berikutnya. Penguasa setelahnya antara lain:
1. Bahadur
Syah (1707-1712 M),
2. Jhandar
Syah (1713),
3. Azim Syah
( 1713),
4. Faruk
Syiyar (1719),
5. Muhammad
Syah ( 1749),
6.
Ahmad Syah (1754),
7. Alamgir (
1759),
8. Syah Alam
( 1806),
9. Akbar II
dan
10.
raja terakhir Bahadur Syah II (1858).
Peradaban
Kemaharajaan Mughal Di bidang politik, Sulhul Kull berhasil menyatukan rakyat
Islam, Hindu, dan penganut lainnya.
1. Di bidang
militer
Pasukan
Mughal dikenal dengan pasukan yang kuat. Terdiri dari pasukan gajah, berkuda,
dan meriam. Wilayahnya dibagi menjadi distrik-distrik yang dikepalai oleh Sipah
Salar.
2. Di bidang
ekonomi
Memajukan
pertanian. Terdiri dari padi, kacang, tebu, kapas, tembakau, dan rempah-rempah.
Pemerintah membentuk sebuah lembaga yang mengurusi hasil pertanian serta
hubungan dengan para petani. Industri tenun juga banyak diekspor ke Eropa, Asia
Tenggara dll. Masa Jahangir, investor diizinkan menanamkan investasinya,
seperti mendirikan pabrik.
3. Di bidang
seni
Jahangir
merupakan salah satu pelukis terhebat. Kemaharajaan Mughal juga terkenal dengan
ukiran dan marmer yang timbul dengan kombinasi warna-warni.
Misalnya Taj
Mahal di Agra, makam megah yang dibangun pada masa Syah Jahan untuk mengenang
permaisurinya, Mumtaz Mahal, adalah saksi bisu kemajuan arsitektur Islam pada
masa dinasti ini. Bangunan indah yang termasuk “tujuh keajaiban dunia” ini
memang sudah usang, lusuh, dan tidak terawat. Namun, kemegahan dan keindahannya
menjadi bukti sejarah akan kokohnya peradaban Islam di India pada waktu itu.
Kehidupan seperti roda berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Demikian
halnya Dinasti Islam Mughal di India. Sebagaimana dinasti-dinasti Islam
lainnya, dinasti ini pun mengalami siklus: berdiri, berkembang, mencapai
puncak, mengalami kemunduran, lalu hancur. Itulah siklus peradaban seperti yang
dikemukakan Ibnu Khaldun, sejarawan Muslim terkemuka melalui teori Ashabiyah-nya.
Diantara
bangunan yang terkenal:
Benteng
merah- salah satu peninggalan Dinasti Mughal di India
benteng
merah, makam kerajaan, masjid Delhi, dan yang paling popular adalah Taj Mahal
di Aghra. Istana ini merupakan salah satu keajaiban dunia yang dibangun oleh
Syah Jahan untuk mengenang permaisurinya, Noor Mumtaz Mahal yang cantik jelita.
4. Di bidang
sastra
Banyak
sastra dari bahasa Persia diubah ke bahasa India. Bahasa Urdu yang berkembang
di masa Akbar, menjadi bahasa yang banyak dipakai oleh rakyat India dan
Pakistan sampai sekarang.
5. Di bidang
ilmu pengetahuan
Syah Jahan
mendirikan perguruan tinggi di Delhi. Aurangzeb mendirikan pusat pendidikan di
Lucknow. Tiap masjid mempunyai lembaga tingkat dasar yang dipimpin oleh seorang
guru. Sejak berdiri banyak ilmuan yang belajar di India. Pelajaran dari
Kemaharajaan Mughal Salah satu Ketidakharmonisan hubungan kekeluargaan, antara
ayah dan anak, adik dan kakak menjadi salah satu faktor lemahnya kemaharajaan
Mughal dari dalam, hal ini telah terjadi pada beberapa Dinasti Islam
sebelumnya. Dalam penggalan sejarah Dinasti Mughal, tampil dua penguasa paling
berpengaruh: Akbar Khan dan Aurangzeb. Meskipun keduanya memerintah dalam
dekade yang berbeda, tetapi kebijakan Akbar Khan dan Aurangzeb, khususnya
berkaitan dengan pengembangan Islam di India, memiliki hubungan yang tidak
dapat dipisahkan. Akbar mengembangkan pola Islam sinkretis. Sebaliknya,
Aurangzeb mengembangkan pola Islam puritan.
Dalam
perspektif politik, langkah Akbar ini dianggap sah, bahkan cerdas. Sebab,
substansi politik adalah tercapainya tujuan, meskipun pada saat bersamaan
terdapat aspek-aspek tertentu yang terabaikan. Orang boleh melakukan apa saja
dalam konteks politik. Akbar telah memposisikan Islam tidak lebih dari sekedar simbol
formal tanpa makna. Karena itu, dia dengan mudah meleburkan dan
mencampuradukkan Islam dengan berbagai kepercayaan lain. Dalam situasi ini,
Islam kehilangan identitasnya. Ketinggian dan keluhuran ajaran Islam juga
tereduksi sedemikian rupa. Hal ini menyebabkan ketegangan dengan para penganut
Ahlusunah wal jamaah.
Lain dengan
Akbar Khan, lain pula dengan Aurangzeb. Wajah Islam di India pada masa
Aurangzeb tampak lebih dominan. Dia berusaha mengangkat kembali citra Islam
yang tampak “redup” beberapa dasawarsa sebelumnya. Ia giat mengembalikan
kemurnian Islam. Usaha ini patut dihargai. Sebab, dari sini terlihat kecintaan
seorang Aurangzeb terhadap Islam. Namun, perlu diingat, Islam adalah agama yang
mensponsori perdamaian, tanpa paksaan, dan tidak mentolelir berbagai tindak
kekerasan terhadap pemeluk agama lain. Memurnikan ajaran Islam dengan merusak
tempat ibadah agama lain, bukanlah pesan Islam.
Menurut
Badri Yatim, faktor-faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal itu mundur
dan membawa kehancurannya tahun 1858 M yaitu:
1. Terjadi
stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di
wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim
Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan, mereka kurang terampil
dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.
2.
Kemorosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik, yang mengakibatkan
pemborosan dalam penggunaann uang negara. Pada 1756 M.
3.
Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasa” dalam melaksanakan ide-ide puritan
dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi
oleh sultan-sultan sesudahnya.
4. Semua
pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam
bidang kepemimpinan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan
Dari
pembahasan tentang asal-usul, perkembangan dan kemunduran kerajaan Safawi dan
Mughal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa, kedua kerajaan tersebut
merupakan kerajaan Islam terbesar, karena dalam kurun waktu yang panjang stelah
Bani Abbas mengalami keruntuhan ditandai dengan jatuhnya kota Baghdad ke tangan
bangsa Mongol pada tahun 1258 M, setelah itu umat Islam mengalami kemunduran.
Umat Islam bangkit kembali dengan adanya kerajaan Utsmani yang mendiami daerah
Mongol dan daerah utara Cina, kemudian kerajaan Safawi dan kerajaan Mughal di
India. E
Akan tetapi,
dalam perjalanannya kerajaan tersebut mengalami kemunduran. Hal yang paling
urgen penyebab kemunduran kerajaan tersebut antara lain adalah:
1.
Adanya
dekadensi moral yang melanda para pemimpin
2.
Semua
pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir terakhir adalah orang-orang lemah
dalam bidang kepemimpinan
3.
Adanya
tradisi korupsi
4.
Perebutan
kekuasaan
5.
Terjadinya
stagnasi militer.
Adapun ibrah
yang dapat kita ambil, dari peristiwa perkembangan Islam pada masa pertengahan
adalah:
1.
Kita harus
dapat menata perekonomian bangsa dengan kuat. Perekonomian merupakan salah satu
sendi yang dapat mengukuhkan kehidupan bangsa. Kondisi perekonomian yang rapuh
akan menimbulkan penderitaan bagi rakyatnya dan imperialisme akan dengan mudah
mejajah bangsa kita.
2.
Kita harus
menjaga dan melestarikan kebudayaan Islam yang merupakan warisan peradaban dari
masa lalu. Andalusia telah menghadiahkan kepada kita peradaban Islam yang
gemilang. Pada saat meniggalkan peradaban itu, kaum imperialis akan merebutnya
dan menukarnya dengan kebudayaan mereka.
3.
Kita harus
menjaga persatuan dan kesatuan untuk mempertahankan tanah air kita.
0 komentar: